BAB-3
PERKEMBANGAN
PERADABAN
BANI
UMAYYAH I
A. Pembukuan Hadis Pada Masa Umar bin Abdul Aziz
Dengan pembukuan hadis pertama kali di cetuskan oleh khalifa umar bin abdul aziz pada awal abad ke 2 hijriyah. sebagai khalifa pada masa itu, beliau memandang perlu untuk membukukan hadis. karena beliau menyadari bahwa semakin lama para perawi hadis banyak yang meninggal. apa bila Hadis - Hadis tersebut tidak di bukukan maka akan di khawatirkan akan lenyap dari permukaan bumi. di samping itu, timbulnya berbagai golongan yang bertikai dalam persoalan kekhalifahan menyebabkan ada nya kelompok yang membuat hadis palsu untuk menambah hasil pendapattan nya. penulis hadis yang pertama kali dan terkenal pada masa itu adalah abu bakar muhammad ibnu muslimin ibnu syihab az zuhri.
Pentingnya pembukuan hadis tersebut mengundang para ulama untuk ikut serta berperan dalam meneliti dan menyeleksi dengan cermat kebenaran hadis - hadis. penulisan hadis pada abad ini belum ada pemisahan antara hadis nabi dengan ucapan sahabat maupun fatma ulama. kitab yang terkenal pada masa itu adalah Al Muwatta karya imam malik.
Dan pada abad ke-3 H, penulisan di lakukan dengan mulai memisahkan antara hadis, ucapan maupun Wafta bahkan ada pula yang memisahkan antara hadis shahih dan bukan shahih. Pada abad ke-4 H, yang merupakan akhir penulisan hadis, kebanyakan bukti hadis itu hanya merupakan penjelasan ringkas dan pengelompokan hadis - hadis sebelumnya.
B. Proses Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Bani Umayyah I Islam
Andalusia telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII. Minat terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad IX M. selama pemerintahan penguasa Bani Umayah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M)
Kurikulum Pendidikan Pada Masa Bani Umayah
Kurikulum pendidikan pada masa Bani Umayyah
meliputi :
1. Ilmu agama yakni Al-Qur’an, Hadis dan Fikih. Sejarah mencatat bahwa pada
masa khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz (99-10 H) dilakukan proses pembukuan Hadis,
sehingga studi Hadis mengalami perkembangan yang pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi yaitu segala ilmu yang membahas tentang
perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
3. Ilmu Pengetahuan bidang bahasa,yaitu segala Ilmu yang mempelajari
bahasa,nahwu,saraf,dan lain-lain.
4. Filsafat yaitu segala ilmu pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti
ilmu mantik,kimia,astronomi,ilmu hitung dan ilmu yang behubungan dengan hal
tersebut, dan ilmu Kedokteran.
Kurikulum pelajaran selanjutnya
diatur secara lebih khsusus pada setiap lembaga pendidikan. Untuk pendidikan di
istana misalnya diajarkan tentang Al-Qur’an, Al-Hadis, syair-syair yang
terhormat riwayat para hukama (filsuf), membaca, menulis, berhitung, dan
ilmu-ilmu umum lainnya.
Pola Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah
Adapun pola pendidikan Islam pada masa bani umayyah secara garis besar
adalah sebagai berikut
1)
Kuttab
Umat muslim Andalusia telah menoreh catatan sejarah yang mengagumkan dalam
bidang intelektual, banyak perestasi yang mereka peroleh khususnya perkembangan
pendidikan Islam. Pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam sangat
tergantung pada penguasa yang menjadi pendorong utama bagi kegiatan pendidikan.
Menurut Abuddin Nata, di Andalusia menyebar lembaga pendidikan yang dinamakan
Kuttab. Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata dengan
rapi dan para siswa mempelajari berabagai macam disiplin Ilmu Pengetahuan.
2)
Mesjid
Semenjak zaman Nabi Muḥammad Ṣalallāhu ‘alaihi wa
sallam masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai
masalah kehidupan kaum muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah, tempat
mengadili perkara, tempat menyampaiakan penerangan agama, dan tempat
menyelenggarakan pendidikan, baik untuk anak-anak atau orang dewasa. Kemudian
pada masa khalifah Bani Umayyah berkembang fungsinya sebagai tempat
pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagamaan.
Pada Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan
tingkat menengah dan tingkat tinggi setelah khuttāb. Pelajaran yang diajarkan
meliputi Al-Quran, Tafsir, Hadith dan Fiqih, Juga diajarkan kesusasteraan,
sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan. Diantara jasa besar
pada periode Dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah
menjadikan masjid sebagai pusat aktifitas ilmiah termasuk sha’ir, sejarah
bangsa terdahulu diskusi dan akidah. Pada periode ini juga
didirikan masjid ke seluruh pelosok daerah Islam. Masjid Nabawi di Madinah
dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi tumpuan penuntut ilmu di seluruh
dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Wālid bin
‘Abd al-Mālik (707-714 M) yang merupakan Universitas terbesar
dan juga didirikan masjid Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas
tertua sampai sekarang.
3)
Majelis Sastra
Majelis sastra adalah suatu majelis khusus yang diadakan
oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Majelis
sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan
hiasan yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama
terkemuka. Majelis ini bermula sejak zaman Khulafa ar-Rāshidīn yang
biasanya memberikan fatwa dan musyawarah serta diskusi dengan para Ṣahabat
untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu. Tempat pertemuan
pada masa itu adalah di masjid. Setelah masa khalifah Bani Umayyah, tempat
majelis tersebut dipindah ke istana, dan orang-orang yang berhak menghadirinya
adalah orang-orang tertentu saja yang diundang khalifah. Dalam majelis sastra
tersebut bukan hanya dibahas dan didiskusikan masalah-masalah kesustraan saja,
melainkan juga berbagai macam ilmu pengetahuan dan berbagai kesenian.
4)
Pendidikan Istana
Yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan
khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada
pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali
pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan
kebutuhan pemerintah. Timbulnya pendidikan Istana untuk anak-anak para pejabat
adalah berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan harus bersifat menyiapkan anak didik
agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Oleh karena
itu, mereka memanggil guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan kepada
anak-anak mereka. Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak di
kuttāb pada umumnya. Di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah
yang membuat rencana pelajaran tersebut selaras dengan tujuan yang dikehendaki
oleh oranng tuanya. Guru yang mengajar di istana disebutmuaddib, karena
berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan
kepada anak-anak pejabat.
5)
Pendidikan Badiah (padang
pasir, dusun tempat tinggal Baduwi)
Yaitu tempat belajar bahasa Arab yang fasih dan murni.
Hal ini terjadi ketika khalifah ‘Abdal-Mālik bin Marwān memprogramkan Arabisasi maka
muncul istilah badiah, yaitu dusun baduwi dipadang Sahara
mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab
tersebut.[14]Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk
mempelajar bahasa Arab yang fasih lagi murni. Banyak ulama-ulama dan ahli ilmu
pengetahuan lainnya yang pergi ke badiahdengan tujuan untuk
mempelajari bahasa dan kesustraan Arab yang asli lagi murni. Badiah-badiah
tersebut lalu menjadi sumber ilmu pengetahuan terutama bahasa dan sastra Arab
dan berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam.
6)
Pendidikan Perpustakaan
Pada
zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai
nilai yang sangat tinggi. Buku merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu
pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para ahlinya. Orang dengan
mudah dapat belajar dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam
buku. Dengan demikian buku merupakan sarana utama dalam usaha pengembangan dan
penyebaran ilmu pengetahuan. Pemerintah Dinasti Umayyah mendirikan perpustakaan
yang besar di Cordova pada masa khalifah al-Hakam bin Nāṣir.
7)
Pendidikan Tinggi
Masyarakat Arab
yang berada di Andalusia merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga
pendidikan, antara pertengahan abad kedelapan sampai dengan akhir abad ketigabelas.
Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan
Islam dapat ditransmisikan ke Eropa. Bani Umayah yang berada dibawah kekuasaan
Al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan banyak sekali
penghargaan terhadap para sarjana. Ia telah membangun Universitas Cordova
berdampingan dengan Masji Abdurrahman III yang selanjutnya tumbuh menjadi
lembaga pendidikan yang terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan tinggi
lainnya didunia. Universitas Coedova menandingi dua Universitas lainnya yaitu
Al-Azhar di Cairo dan Nizhamiyah di Bagdhad, dan telah menarik perhatian para
pelajar tidak hanya dari Spanyol ( Andalusia), tetapi juga dari Negara-negara
Eropa lainnya, Afrika dan Asia. Di
antara para ulama yang bertugas di Universitas Cordova adalah Ibn Qutaibah yang
dikenal sebagai ahli tata bahasa dan Abu Ali Qali yang dikenal sebagai pakar
teologi. Universitas ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar Empat
Juta buku. Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi Astronomi,
Matematika, Kedokteran, Teologi dan Hukum. Jumlah muridnya mencapai Seribu
orang. Selain itu di Andalusia juga terdapat Universitas Sevilla, Malaga dan
Granada yang didalamnya mengajarkan Mata Kuliyah Teologi, Hukum Islam,
Kedokteran, Kimia, Filsafat dan Astronomi
Ilmu pengetahuan yang muncul pada zaman Dinasti
Umayyah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada
masa Bani Umayyah pada umumnya berjalan seperti di zaman permulaan Islam, hanya
pada perintisan dalam ilmu logika, yaitu filsafat dan ilmu
eksak. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini masih berada pada
tahap awal. Para pembesar Bani Umayyah kurang tertarik pada ilmu pengetahuan
kecuali Yazid bin Mua’wiyah dan Umar bin Abdul Aziz. Ilmu yang
berkembang di zaman Bani Umayyah adalah ilmu syari’ah, ilmu lisaniyah, dan ilmu
tarikh. Selain itu berkembang pula ilmu qiraat, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu
nahwu, ilmu bumi, dan ilmu-ilmu yang disalin dari bahasa asing. Kota
yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan ini antara lain Damaskus, Kuffah,
Makkah, Madinah, Mesir, Cordova, Granada, dan lain-lain, dengan masjid sebagai
pusat pengajarannya.
Ilmu
pengetahuan yang berkembang di zaman Dinasti Umayyah dapat diuraikan sebagai
berikut :
a.
Al Ulumus Syari’ah, yaitu ilmu-ilmu Agama Islam,
seperti Fiqih, tafsir Al-Qur’an dan sebagainya.
b.
Al Ulumul Lisaniyah, yaitu ilmu-ilmu yang perlu
untuk memastikan bacaan Al Qur’an, menafsirkan dan memahaminya.
c.
Tarikh, yang meliputi tarikh kaum muslimin dan
segala perjuangannya, riwayat hidup pemimpin-pemimpin mereka, serta tarikh
umum, yaitu tarikh bangsa-bangsa lain.
d.
Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang membahas tentang
membaca Al Qur’an. Pada masa ini termasyhurlah tujuh macam bacaan Al
Qur’an yang terkenal dengan Qiraat Sab’ah yang kemudian ditetapkan menjadi
dasar bacaan, yaitu cara bacaan yang dinisbahkan kepada cara membaca yang
dikemukakan oleh tujuh orang ahli qiraat, yaitu Abdullah bin Katsir (w. 120 H),
Ashim bin Abi Nujud (w. 127 H), Abdullah bin Amir Al Jashsahash (w. 118 H), Ali
bin Hamzah Abu Hasan al Kisai (w. 189 H), Hamzah bin Habib Az-Zaiyat (w. 156
H), Abu Amr bin Al Ala (w. 155 H), dan Nafi bin Na’im (169 H).
e.
Ilmu Tafsir, yaitu ilmu yang membahas tentang
undang-undang dalam menafsirkan Al Qur’an. Pada masa ini muncul ahli
Tafsir yang terkenal seperti Ibnu Abbas dari kalangan sahabat (w. 68 H),
Mujahid (w. 104 H), dan Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Ali bin Husain dari
kalangan syi’ah.
f.
Ilmu Hadis, yaitu ilmu yang ditujukan untuk
menjelaskan riwayat dan sanad al-Hadis, karena banyak Hadis yang bukan berasal
dari Rasulullah. Diantara Muhaddis yang terkenal pada masa ini ialah
Az Zuhry (w. 123 H), Ibnu Abi Malikah (w. 123 H), Al Auza’i Abdur Rahman bin
Amr (w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H), dan As Sya’by (w. 104 H).
g.
Ilmu Nahwu, yaitu ilmu yang menjelaskan cara
membaca suatu kalimat didalam berbagai posisinya. Ilmu ini muncul
setelah banyak bangsa-bangsa yang bukan Arab masuk Islam dan negeri-negeri
mereka menjadi wilayah negara Islam. Adapun penyusun ilmu Nahwu yang
pertama dan membukukannya seperti halnya sekarang adalah Abu Aswad Ad Dualy (w.
69 H). Beliau belajar dari Ali bin Abi Thalib, sehingga ada ahli
sejarah yang mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sebagai Bapaknya ilmu Nahwu.
h.
Ilmu Bumi (al- Jughrafia). Ilmu ini
muncul oleh karena adanya kebutuhan kaum muslimin pada saat itu, yaitu untuk
keperluan menunaikan ibadah Haji, menuntut ilmu dan dakwah, seseorang agar
tidak tersesat di perjalanan, perlu kepada ilmu yang membahas tentang keadaan
letak wilayah. Ilmu ini pada zaman Bani Umayyah baru dalam
tahap merintis.
i.
Al-Ulumud Dakhilah, yaitu ilmu-ilmu yang disalin
dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab dan disempurnakannya untuk kepentingan
kebudayaan Islam. Diantara ilmu asing yang diterjemahkan itu adalah
ilmu-ilmu pengobatan dan kimia. Diantara tokoh yang terlibat dalam
kegiatan ini adalah Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 86
Membentuk dan Menyempurnakan Departeman-departemen
PemerintahanDepartemen yang
berkembang pada masa Bani Umaiyah I adalah perkembangan dari pemerintahan
sebelunya yaitu khulafaurrasyidin. Pada masa pemerintahan khalifah Umar, beliau
telah membentuk 5 departemen, Nidhmul
Maaly, Nidhamul harbi, Nidhamul Idary, Nidamul Siashi dan Nidhamul Qadhi.
Bentuk departemen ini dikembangkan lagi oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dalam
bentuk yang lebih luas dan menyeluruh. Departemen atau organisasi yang berkembang
pada masa bani Umaiyah 1 adalah;
a.
Diwan Qadhil Qudhah
(fungsi dan tugasnya mirip dengan Departemen Kehakiman) yang dipimpin oleh Qadhil Qudhah (Ketua
Mahkamah Agung). Semua badan-badan pengadilan atau badan-badan lain yang ada
hubungan dengan kehakiman berada di bawah Diwan Qadhil Qudhah.
b.
Qudhah Al Aqali (hakim
provinsi yang mengetuai pengadilan tinggi).
c.
Qudhah Al Amsar (hakim
kota yang mengetuai pengadilan negeri Al Qadhau atau Al Hisbah).
d.
Al Sulthah Al
Qadhaiyah, yaitu jabatan kejaksaan. Di ibukota Negara dipimpin oleh Al Mudda’il
Umumi (jaksa agung), dan di tiap-tiap kota oleh Naib Umumi (jaksa).
Adapun badan pengadilan ada tiga macam:
1)
Al Qadhau dengan
hakimnya yang bergelar Al Qadhi. Tugasnya mengurus perkara-perkara yang
berhubungan dengan agama pada umumnya.
2)
Al Hisbah dengan
hakimnya yang bergelar Al Muhtasib. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang
berhubungan dengan masalah-masalah umum dan tindak pidana yang memerlukan
pengurusan segera. An Nadhar fil Madhalim dengan hakimnya yang bergelar shahibul
atau qadhil madhalim. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara banding dari kedua
pengadilan pertama (Al Qadhau dan Al Hisbah).Selain mengurusi perkara-perkara
banding, Mahkamah Madhalim juga mengurus hal-hal yaitu:
a. Pengaduan rakyat atas para gubernur yang memperkosa keadilan, para petugas
pajak, pegawai tinggi yang menyeleweng dan lain-lain.
b. Pengaduan para pegawai dikurangi gajinya atau terlambat pembayarannya.
c. Menjalankan keputusan-keputusan hakim yang tidak berdaya, kemudian qadhi
atau muhtashib yang menjalankannya.
d. Mengawasi terlaksananya ibadah. Mahkamah Madhalim diketahui oleh khalifah,
kalau di ibukota Negara oleh gubernur dan kalau di ibukota wilayah oleh Qadhil
Qudhah atau hakim-hakim lain yang mewakili khalifah atau gubernur.
Para hakim waktu mengadili perkara memakai
jubah dan sorban hitam, sebagai lambang dari Daulah Abbasiyah. Jubah dan sorban
hitam pada waktu itu, khusus untuk para hakim.
1.
Kekuasaan. Perebutan
kekuasaan oleh Muawiyh bin Abi Sofyan telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
peraturan yang menjadi dasar pemilihan Khulafaur Rasyidin. Maka dengan
demikian, jabatan khalifah beralih ke tangan raja satu keluarga, yang
memerintah dengan kekuatan pedang, politik dan tipu daya (diplomasi).
Penyelewengan semakin jauh setelah Muawiyah mengangkat anaknya Yazid menjadi
putra mahkota, yang dengan demikian berarti beralihnya organisasi khalifah yang
berdiri atas dasar Syura dan bersendikan agama kepada organisasi Al Mulk
(kerajaan) yang tegak atas dasar keturunan serta bersandar terutama kepada
politik dari pada kepada agama.
2.
Al Kitabah. Seperti
halnya pada masa permulaan Islam, maka dalam masa Daulah Umayah dibentuk
semacam Dewan Sekretariat Negara yang mengurus berbagai urusan pemerintahan.
Karena dalam masa ini urusan pemerintahan telah menjadi lebih banyak, maka
ditetapkan lima orang sekretaris yaitu;
- Katib Ar Rasail
(Sekretaris Urusan Persuratan)
- Katib Al Kharraj
(Sekretaris Urusan Pajak atau Keuangan)
- Katib Asy Syurthah
(Sekretaris Urusan Kepolisian)
-Katib Al Qadhi
(Sekretaris Urusan Kehakiman)
Diantara para sekretaris itu, Katib Ar Rasail-lah yang paling
penting, sehingga para khalifah tidak akan memberi jabatan itu, kecuali kepada
kaum kerabat atau orang-orang tertentu. Diantara para kuttab yang paling
terkenal selama Daulah Umayah ialah:
- Zaiyad bin Abihi, sekretaris Abu Musa Al Asy’ary
- Salim, sekretaris Hisyam bin Abdul Malik
- Abdul Hamid, sekretaris Marwan bin
Muhammad
3.
Al Hijabah.
Pada masa Daulah
Umayah, diadakan satu jabatan baru yang bernama Al Hijabah, yaitu urusan
pengawalan keselamatan khalifah. Mungkin karena khawatir akan terulang
peristiwa pembunuhan terhadap Ali dan percobaan pembunuhan terhadap Muawiyah
dan Amru bin Ash, maka diadakanlah penjagaan yang ketat sekali terhadap diri
khalifah, sehingga siapapun tidak dapat menghadap sebelum mendapat izin dari
para pengawal (hujjab). Kepala pengawalan keselamatan khalifah adalah jabatan
yang sangat tinggi dalam istana kerajaan, waktu khalifah Abdul Malik binMarwan
melantik kepala pengawalnya, antara lain dia memberi amanat, “Engkau telah
kuangkat menjadi kepala pengawalku. Siapapun tidak boleh masuk menghadap tanpa
izinmu, kecuali muazzin, pengantar pos dan pengurus dapur”.Deparemen yang yang
lahir pada masa khulafaur dikembangkan dan disempurnakan oleh bani Umaiyah
terutama pada masa Umiyah ;
a.
An Nidhamul Idari
Organisasi tata
usaha Negara pada permulaan Islam sangat sederhana, tidak diadakan pembidangan
usaha yang khusus. Demikian pula keadaannya pada masa Daulah Bani Umayyah,
administrasi Negara sangat simpel.Pada umumnya, di daerah-daerah Islam bekas
daerah Romawi dan Persia, administrasi pemerintahan dibiarkan terus berlaku
seperti yang telah ada, kecuali diadakan perubahan-perubahan kecil.
1)
Ad Dawawin. Untuk
mengurus tata usaha pemerintahan, maka Daulah Umayah mengadakan empat buah
dewan atau kantor pusat, yaitu:
-Diwanul Kharraj
-Diwanur Rasail
- Diwanul Mustaghilat al Mutanawi’ah
- Diwanul Khatim, dewan ini sangat penting karena tugasnya mengurus
surat-surat lamaran raja, menyiarkannya, menstempel, membungkus dengan kain dan
dibalut dengan lilin kemudian diatasnya dicap.
2)
Al Imarah Alal Baldan.
Daulah Umayah membagi daerah Mamlakah Islamiyah kepada lima wilayah besar,
yaitu:
- Hijaz, Yaman dan Nejed
(pedalaman jazirah Arab)-Irak Arab dan Irak Ajam, Aman dan Bahrain, Karman dan Sajistan, Kabul dan
Khurasan, negeri-negeri di belakang sungai (Ma Wara’a Nahri) dan Sind serta
sebagian negeri Punjab-Mesir dan Sudan-Armenia, Azerbaijan, dan Asia Kecil-Afrika Utara, Libia, Andalusia, Sisilia, Sardinia dan Balyar
- Untuk tiap wilayah
besar ini, diangkat seorang Amirul Umara (Gubernur Jenderal) yang dibawah
kekuasaannya ada beberapa orang amir (gubernur) yang mengepalai satu
wilayah.Dalam rangka pelaksanaan kesatuanpolitik bagi negeri-negeri Arab, maka
khalifah Umar mengangkat para gubernur jenderal yang berasal dari orang-orang
Arab. Politik ini dijalankan terus oleh khalifah-khalifah sesudahnya, termasuk
para khalifah Daulah Umayah.
4)
Barid. Organisasi pos
diadakan dalam tata usaha Negara Islam semenjak Muawiyah bin Abi Sofyan
memegang jabatan khalifah. Setelah khalifah Abdul Malik bin Marwan berkuasa
maka diadakan perbaikan-perbaikan dalam organisasi pos, sehingga ia menjadi
alat yang sangat vital dalam administrasiNegara.
5)
Syurthah. Organisasi
syurthah (kepolisian) dilanjutkan terus dalam masa Daulah Umayah, bahkan
disempurnakan. Pada mulanya organisasi kepolisian ini menjadi bagian dari
organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim dan
keputusan-keputusan pengadilan, dan kepalanya sebagai pelaksana Al Hudud. Tidak
lama kemudian, maka organisasi kepolisian terpisah dari kehakiman dan berdiri
sendiri, dengan tugas mengawasi dan mengurus soal-soal kejahatan. Khalifah
Hisyam memasukkan dalam organisasikepolisian satu badan yang bernama Nidhamul
Ahdas dengan tugas hampir serupa dengan tugas tentara yaitu semacam brigade
mobil.
b. An Nidhamul Mali
Yaitu organisasi keuangan atau ekonomi, bahwa sumber uang
masuk pada zaman Daulah Umayah pada umumnya seperti di zaman permulaan Islam.
1)
Al Dharaib. Yaitu suatu
kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara (Al Dharaib) pada zaman Daulah
Umayah dan sudah berlaku kewajiban ini di zaman permulaan Islam. Kepada
penduduk dari negeri-negeri yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk
Islam, ditetapkan pajak-pajak istimewa. Sikap yang begini yang telah
menimbulkan perlawanan pada beberapa daerah.
2)
Masharif Baitul Mal.
Yaitu saluran uang keluar pada masa Daulah Umayah, pada umumnya sama seperti
pada masa permulaan Islam yaitu untuk:
- Gaji para pegawai dan
tentara serta biaya tata usaha Negara
- Pembangunan pertanian, termasuk irigasi dan penggalian terusan-terusan
- Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
- Biaya perlengkapan perang
- Hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para ulama Kecuali itu, para
khalifah Umayah menyediakan dana khusus untuk dinas rahasia, sedangkan gaji
tentara ditingkatkan sedemikian rupa, demi untuk menjalankan politik tangan
besinya.
c. An Nidhamul Harbi
Organisasi
pertahanan pada masa Daulah Umayah sama seperti yang telah dibuat oleh khalifah
Umar, hanya lebih disempurnakan. Hanya bedanya, kalau pada waktu Khulafaur
Rasyidin tentara Islam adalah tentara sukarela, maka pada zaman Daulah Umayah
orang masuk tentara kebanyakan dengan paksa atau setengah paksa, yang dinamakan
Nidhamut Tajnidil Ijbari yaitu semacam undang-undang wajib militer. Politik
ketentaraan pada masa Bani Umayah, yaitu
politik Arab oriented dimana anggota tentara haruslah terdiri dari orang- orang
Arab atau imam Arab. Keadaan itu berjalan terus, sampai-sampai daerah kerajaannya
menjadi luas meliputi Afrika Utara, Andalusia dan lain-lainnya sehingga
terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Barbar untuk menjadi tentara.Organisasi
tentara pada masa ini banyak mencontoh organisasi tentara Persia. Pada masa
khalifah Utsman telah mulai dibangunangkatan laut Islam, tetapi sangat
sederhana. Setelah Muawiyah memegang Kendali Negara Islam, maka dibangunlah
armada Islam yang kuat dengan tujuan:
1)
Untuk mempertahankan
daerah-daerah Islam dari serangan armada Romawi
2)
Untuk memperluas dakwah
IslamiyahMuawiyah membentuk armada musim panas dan armada musim dingin,
sehingga ia sanggup bertempur dalam segala musim.Armada Laut Syam terdiri dari
banyak kapal perang, di zaman Muawiyah Laksamana Aqobah bin Amri Fahrim
menyerang pulau Rhadas.Dalam tahun 53 H, armada Romawi menyerang daerah Islam
dan terbunuh seorang panglimanya yang bernama Wardan. Hal ini membuka mata kaum
muslimin sehingga para pembesar Islam bergegas membangun galangan kapal perang
di Pulau Raudhah dalam tahun 64 H.
d. D An Nidhamul Qadhai
Di zaman Daulah Umayah kekuasaan pengadilan telah dipisahkan dari kekuasaan
politik. Kehakiman pada zaman itu mempunyai dua cirri khasnya yaitu:
1)
Bahwa seorang qadhi
memutuskan perkara dengan ijtihadnya, karena pada waktu itu belum ada lagi
madzhab empat atau madzhab lainnya. Pada masa itu para qadhi menggali hukum
sendiri dari Al Kitab dan As Sunnah dengan berijtihad.
2)
Kehakiman belum
terpengaruh dengan politik, karena para qadhi bebas merdeka dengan hukumnya,
tidak terpengaruh dengan kehendak para pembesar yang berkuasa.Para hakim pada
zaman Umayah adalah manusia pilihan yang bertakwa kepada Allah SWT dan
melaksanakan hukum dengan adil, sementara para khalifah mengawasi gerak-gerik
dan perilaku mereka, sehingga kalau ada yang menyeleweng terus dipecat.
Kekuasaan kehakiman di
zaman ini dibagi ke dalam tiga badan:
1.
Al Qadha seperti
diuraikan di atas, tugas qadhi biasanya menyelesaikan perkara-perkara yang
berhubungan dengan agama.
2.
Al Hisbah dimana tugas
Al Muhtashib (kepala hisbah) biasanya menyelesaikan perkara-perkara umum dan
soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat.
3.
An Nadhar fil Madhalim
yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding.
e. An Nadhar fil Madhalim
Ini adalah pengadilan tertinggi, yang bertugas menerima
banding dari pengadilan yang dibawahnya dan mengadili para hakim dan para
pembesar tinggi yang bersalah.Pengadilan ini bersidang di bawah pimpinan
khalifah sendiri atau orang yang ditunjuk olehnya. Para khalifah Bani Umayah
menyediakan satu hari saja dalam seminggu untuk keperluan ini dan yang pertama
kali mengadakannya yaitu Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Seperti
mahkamah-mahkamah yang lain, maka Mahkamah Madhalim ini diadakan dalam masjid.
Ketua Mahkamah Madhalim dibantu olehlima orang pejabat lainnya, dimana sidang
mahkamah itu tidak sah tanpa mereka yaitu:
1)
Para pengawal yang
kuat-kuat, yang sanggup bertindak kalau para pesakitan lari atau berbuat
2)
Para hakim dan qadhi
3)
Para sarjana hukum
(fuqaha) tempat para hakim meminta pendapat tentang hukum
4)
Para penulis yang
bertugas mencatat segala jalannya sidang
A. Pusat -pusat Peradaban Bani Umaiyah 1
Selama 92 tahun berdiri Bani
Umaiyah I dapat mengembangkan Budaya dan Ilmu
pengetahuan dengan baik, meskipun pengembangannya berjalankurang
lambankarena
polapengembangan memkai pendekatan Arab oriented. Pusat-pusat peradaban
sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan Bani Umaiyah I menyebar diberbagai
wilayah Bani Umaiyah I seperti Damaskus, Kufah, Madinah, Syria, Mesir,
Andalusia, Yaman dan Wilayah Magribi. Diantara pusat –pusat peradaban bani
Umaiyah 1 ada beberapa kota yang berkembang ilmu pengetahuan dengan baik
seperti;
a. Kufah
b. Kordova
c. BasrahGranada
d. Syiria
e. Mesir
f. Andalusia
g. Kairawan
Jackpot City Casino Site Review & Welcome Bonus
BalasHapusJackpot City 카지노사이트luckclub is a popular online gambling site, and it's a great choice for New Zealanders who want to know what makes it tick. They have tons of